Pengertian usul fiqih
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat
Allah swt karena berkat rahmat Nya penyusunan makalah ini dapat
diselesaikan.Makalah ini merupakan makalah Ushul Fiqih yang membahas mengenai
Pengertian, Hubungan Ushul Fiqih dan Fiqih, Ruang Lingkup Ushul Fiqih, Objek
Ushul Fiqih, Tujuan mempelajari Ushul Fiqih. Secara khusus pembahasan dalam
makalah ini diatur sedemikian rupa sehingga materi yang disampaikan sesuai
dengan mata kuliah. Dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit
hambatan yang kami hadapi. Namun kami menyadari bahwa kelancaran dalam
penyusunan makalah ini tidak lain berkat bantuan, dorongan dan bimbingan orang
tua, sehingga kendala-kendala yang kami hadapi teratasi . oleh karena itu
kami mengucapkan terimakasih kepada:
1. Bapak dosen mata kuliah Ushul Fiqih yang telah memberikan tugas, petunjuk,
kepada kami sehingga kami termotivasi dan menyelesaikan tugas makalah ini.
2. Orang tua, teman dan kerabat yang telah turut membantu, membimbing, dan mengatasi berbagai kesulitan sehingga tugas makalah ini selesai.
Kami sadar, bahwa dalam pembuatan makalah ini terdapat banyak kesalahan.Untuk itu kami meminta maaf apabila ada kekurangan. Kami sangat
mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca guna meningkatkan kualitas
makalah penulis selanjutnya. Kebenaran dan kesempurnaan hanya Allah yang
punya dan maha kuasa. Harapan kami, semoga makalah yang sederhana ini, dapat
memberikan manfaat tersendiri bagi generasi muda islam yang akan datang,
khususnya dalam bidang Ushul Fiqih.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Pada masa
Nabi Muhammad masih hidup, banyak masalah-masalah atau persoalan hukum
bermunculan kemudian ditanyakan langsung kepada beliau. Dan beliaupun menjawab
dengan menyebutkan ayat-ayat Al-Qur’an. Dalam keadaan tertentu yang tidak
ditemukan jawabanya dalam Al-Qur’an maka beliau memberikan jawaban melalui
penetapan beliau yang disebut hadits atau sunnah. Al-Qur’an dan penjelasannya
dalam bentuk hadits disebut sumber pokok hukum Islam.
Al-Qur’an
turun dalam bahasa arab demikian pula hadits yang disampaikan Nabi juga
berbahasa arab. Para sahabat Nabi mempunyai pengetahuan yang luas tentang
berbahasa arab. Apabila para sahabat menemukan kejadian yang timbul dalam
kehidupan mereka dan memerlukan ketentuan hukumnya, mereka mencari jawabanya
dalam Al-Qur’an, kemudian jika tidak menemukan jawaban secara harfiah dalam
Al-Qur’an maka mereka mencoba mencarinya dalam koleksi hadits Nabi, dan jika
dalam hadits Nabi tidak juga menemukan jawabannya maka mereka menggunakan daya
nalar yang disebut ijtihad.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas
Maka penulis perlu merumuskan masalah-masalah yang akan dibahas dalam makalah
ini, diantaranya:
1.
Apa yang dimaksud dengan Ushul
Fiqh?
2.
Bagaimana Hubungan Ushul Figh ?
3.
Apa ruang lingkup Ushul Fiqh?
4.
Apa saja objek pembahasan Ushul
Fiqh?
5.
Apa tujuan pembahasan Ushul Fiqh?
C.
Tujuan
Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah diatas
Maka tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1.
Untuk mengetahui atri Ushul Fiqh?
2.
Untuk mengetahui Hubungan Ushul Figh
?
3.
Untuk Mengetahui lingkup Ushul
Fiqh?
4.
Untuk mengetahui objek pembahasan
Ushul Fiqh?
5.
Untuk Mengetahui tujuan
pembahasan Ushul Fiqh?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Ushul Fiqih
Kata “ushul” yang
merupakan jamak dari kata “ashal” secara etimologi berarti “sesuatu yang dasar
bagi yang lainnya”. Dengan demikian dapat diartikan bahwa ushul fiqh itu adalah
ilmu yang
membawa kepada usaha merumuskan hukum syara’ dari dlilnya yang
terinci. Atau dalam artian sederhana : kaidah-kaidah yang menjelaskan
cara-cara mengeluarkan hukum-hukum dari dalil-dalilnya. Sebagai contoh
didalam kitab-kitab fiqh terdapat ungkapan bahwa “mengerjakan salat itu
hukumnya wajib”. Wajibnya mengerjakan salat itulah yang disebut “hukum syara’.”
Tidak pernah tersebut dalam AlQur’an maupun hadis bahwa salat itu hukumnya
wajib. Yang ada hanyalah redaksi perintah mengerjakan salat. Ayat Al-Qur’an yang
mengandung perintah shalat itulah yang dinamakan “Dalil syara’”. Dalam
merumuskan kewajiban shalat yang terdapat dalam dalil syara’ ada aturan yang
harus menjadi pegangan. Kaidah dalam menentukannya, umpamanya “setiap perintah
itu menunjukkan wajib”. Pengetahuan tentang kaidah merumuskan cara mengeluarkan
hukum dari dalil-dalil syara’ tersebut, itulah yang disebut dengan ‘Ilmu Ushul
Fiqh”. Dari penjelasan ini dapat disimpulkan bahwa perbedaan ushul fiqh dan
fiqh adalah jika ushul fiqh itu pedoman yang membatasi dan menjelaskan
cara-cara yang harus diikuti seorang fakih dalam usahanya menggali dan
mengeluarkan hukum syara’ dari dalilnya. Sedangkan fiqh itu hukum-hukum syara’
yang telah digali dan dirumuskan dari dalil menurut aturan yang sudah
ditentukan itu.[1]
B. Hubungan Ushul Fiqih dan Fiqih
Hubungan ilmu fiqih dengan Ushul Fiqih,
yaitu Ilmu Fiqih merupakan produk dari Ushul Fiqh. Ilmu Fiqh berkembang kerena
berkembangnya Ilmu Ushul Fiqh. Ilmu fiqh akan bertambah maju manakala ilmu
Ushul Fiqh mengalami kemajuan karena ilmu Ushul Fiqh adalah semacam ilmu atau
alat yang menjelaskan metode dan sistem penetapan hukum berdsarkan dalil- dalil
naqli maupun naqli. Sedangkan Ilmu Ushul fiqh adalah ilmu alat-alat yang
menyediakan bermacam- macam ketentuan dan kaidah sehingga diperoleh ketetapan
hukum syara’ yang harus diamalkan manusia.
Untuk memudahkan pemahaman dalam masalah seperti
ini, kami kemukakan contoh-contoh tentang perintah mengerjakan sholat
berdasarkan Al- Qur’an dan Hadits Nabi Muhammad SAW. Firman Allah SWT dalam QS.
Al-Isra’ yang terjemahannya sebagai berikut:
“ Dirikanlah sholat
dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan (dirikanlah pula) sholat shubuh.
Sesungguhnya sholat shubuh itu disaksikan ( oleh Malaikat) ”. QS. Al- Isra: 78
Nabi Muhammad SAW telah bersabda dalam hadits-Nya yang berbunyi :
“ Shalatlah sebagaimana kamu melihat bershalat”.(HR. Muttafaqunalaihi).
Dari firman Allah SWT dan Hadist Nabi Muhammad SAW belum dapat diketahui,
apakah hukumnya mengerjakan shalat itu, baik wajib, sunat, atau harus. Dalam
masalah ini Ushul Fiqh memberikan dalil bahwa hukum perintah atau suruhan itu
asalnya wajib, terkecuali adanya dalil lain yang memalingkannya dari hukumannya
yang asli itu. Hal itu dapat dilihat dari kalimat perintah mengenai mengerjakan
Shalat bagi umat Islam.
Hubungan Ushul fiqh dan Fiqh : Hubungan ilmu fiqih dengan Ushul Fiqih,
yaitu Ilmu Fiqih merupakan produk dari Ushul Fiqh. Ilmu Fiqh berkembang kerena
berkembangnya Ilmu Ushul Fiqh. Ilmu fiqh akan
bertambah maju manakala ilmu Ushul Fiqh mengalami kemajuan karena
ilmu Ushul Fiqh adalah semacam ilmu atau alat yang menjelaskan metode
dan sistem penetapan hukum berdsarkan dalil- dalil naqli maupun naqli.
Sedangkan Ilmu Ushul fiqh adalah ilmu alat-alat yang menyediakan
bermacam- macam ketentuan dan kaidah sehingga diperoleh ketetapan
hukum syara’ yang harus diamalkan manusia.
Hubungan ilmu Ushul Fiqh dengan Fiqh adalah seperti hubungan ilmu manthiq
(logika) dengan filsafat, bahwa manthiq merupakan kaedah
berfikir yang memelihara akal, agar tidak terjadi kerancuan dalam berfikir.
Juga seperti hubungan antara ilmu nahwu dengan bahasa Arab, dimana
ilmu nahwu merupakan gramatika yang menghindarkan kesalahan
seseorang di dalam menulis dan mengucapkan bahasa arab. Demikian juga
ushul fiqh adalah merupakan kaidah yang memelihara fuqaha’ agar tidak
terjadi kesalahan di dalam mengistimbahtkan (menggali) hukum.
Disamping itu, fungsi ushul fiqh itu sendiri adalah membedakan antara
istimbath yang benar dengan yang salah. Sebagaimana ilmu nahwu
berfungsi untuk membedakan susunan bahasa yang benar dengan susunan
bahasa yang salah. Dan ilmu manthiq untuk mengetahui argumentasi yang
ilmiah serta kesimpulan yang ilmiah pula.[2]
C. Ruang Lingkup Ushul Fiqih
1. Ruang Lingkup Fiqh
Ruang Lingkup Fiqh Ruang lingkup ilmu Fiqh, meliputi
berbagai bidang di dalam hukum-hukum syara’ antara lain :
a.
Ruang lingkup Ibadat, ialah cara-cara menjalankan tata cara peribadatan kepada Allah SWT.
b.
Ruang lingkup Mu’amalat, ialah tata tertib hukum dan peraturan
hubungan antar manusia sesamanya.
c.
Ruang lingkup Munakahat, ialah hukum-hukum kekeluargaan dalam
hukum nikah dan akibat-akibat hukumnya.
d. Ruang lingkup Jinayat, ialah tindak pelanggaran atau
penyimpangan dari aturan hukum Islam sebagai tindak pidana kejahatan yang dapat
menimbulkan bahaya bagi pribadi, keluarga, masyarakat, dan Negara.
2. Ruang Lingkup Ushul Fiqih
Ruang Lingkup Usul Fiqh
Berdasarkan kepada beberapa definisi di atas, terutama definisi yang
dikemukakan oleh al Baidhawi dalam kitab Nihayah al-Sul, yang menjadi ruang
lingkup kajian (maudhu’). Ushul fiqh, secara global adalah sebagai berikut:[3]
a. Sumber dan dalil hukum dengan berbagai permasalahannya.
b. Bagaimana memanfaatkan sumber dan dalil hukum tersebut.
c. Metode atau cara penggalian hukum dari sumber dan
dalilnya.
d. Syarat – syarat orang yang berwenang melakukan istinbat
(mujtahid ) dengan berbagai permasalahannya.
Menurut
Al-Ghazali dalam kitab al-Mustashfa ruang lingkup kajian Ushul fiqh ada 4,
yaitu:[4]
a. Hukum-hukum syara’, karena hukum syara’ adalah tsamarah
(buah / hasil ) yang dicari oleh ushul fiqh.
b. Dalil-dalil hukum syara’, seperti al-kitab, sunnah dan
ijma’, karena semuanya ini adalah mutsmir (pohon).
c. Sisi penunjukkan dalil-dalil (wujuh dalalah al-adillah),
karena ini adalah thariq al-istitsmar (jalan / proses pembuahan). Penunjukkan
dalil-dalil ini ada 4, yaitu dalalah bil manthuq (tersurat), dalalah bil mafhum
(tersirat), dalalah bil dharurat (kemadharatan), dan dalalah bil ma’na
al-ma’qul (makna rasional).
d. Mustamtsir (yang membuahkan) yaitu mujtahid yang
menetapkan hukum berdasarkan dugaan kuatnya (zhan). Lawan mujtahid adalah
muqallid yang wajib mengikuti mujtahid, sehingga harus menyebutkan
syarat-syarat muqallid dan mujtahid serta sifat-sifat keduanya.
D. Kajian Ushul Fiqih
Obyek pembahasan ilmu Ushul Fiqh adalah
dalil-dalil syara’ dari segi penunjukannya kepada suatu hukum secara Ijmali
atau global dari nash. Hal ini dapat dipahami dari gambaran al-Qur an kepada
hukum tidak hanya menggunakan satu bentuk kalimat tertentu, tetapi tampil dalam
berbagai bentuk, seperti shighat amr, shighat nahi, kalimat yang
bersifat umum, mutlak dan sebagainya (Alaiddin Koto: 2004: 7). Objek ushul Fiqh
merupakan metodologi penetapan hukum-hukum yang berdasarkan pada dalil-dalil ijmali
tersebut yang bermuara pada dalil syara’ ditinjau dari segi hakikatnya,
kriterianya dan macam-macamnya.
Satria Effendi memerinci obyek kajian Ushul Fiqh menjadi empat bagian yaitu
:
1. Pembahasan mengenai hukum syara’ dan yang berhubungan dengannya, seperti hakim,
mahkum fiqh, dan mahkum ‘alaih.
2. Pembahasan tentang sumber-sumber dan dalil-dalil hokum.
3. Pembahasan tentang cara menggali dan menarik hukum dari sumber-sumber dan
dalil-dalil itu.
E. Tujuan Ushul Fiqih
Menurut Abdul Wahab Khallaf, tujuan dari ilmu ushul Fiqh
adalah menerapkan kaidah-kaidah dan teori-teorinya terhadap dalil-dalil yang
rinci untuk menghasilkan hukum syara’ yang ditunjuki dalil itu. Jadi,
berdasarkan kaidah-kaidahnya dan bahasan-bahasannya maka nash-nash syara’ dapat
dipahami dan hukum yang menjadi dalalahnya dapat diketahui, serta sesuatu yang
dapat menghilangkan kesamaran lafadz yang samar dapat diketahui. Selain itu
juga diketahui juga dalil-dalil yang dimenangkan ketika terjadi pertentangan
antara satu dalil dengan dalil yang lainnya.[6]
Menurut Khudhari
Beik (1994:15) dalam kitab ushul fiqihnya merinci tujuan ushul fiqih
sebagai berikut :
1. Mengemukakan
syarat-syarat yang harus dimiliki oleh seorang mujtahid, agar mampu menggali
hukum syara’ secara tepat.
2. Sebagai
acuan dalam menentukan dan menetapkan hukum syara’ melalui bermetode yang
dikembangkan oleh para mujtahid, sehinggga dapat memecahkan berbagai persoalan
baru yang muncul.
3. Memelihara
agama dari penyimpangan penyalahgunaan sumber dan dalil hukum. Ushul fiqih
menjadi tolak ukur validitas kebenaran sebuah ijtihad.
4. Mengetahui
keunggulan dan kelemahan para mujtahid, dilihat dari dalil yang mereka gunakan.
5. Mengetahui
kekuatan dan kelemahan suatu pendapat sejalan dengan dalil yang digunakan dalam
berijtihad, sehingga para peminat hukum Islam dapat melakukan tarjih
(penguatan) salah satu dalil atau pendapat tersebut dengan
mengemukakan pendapatnya.[7]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ushul
fiqh mempunyai pengertian sebagai ilmu yang
menjelaskan kepada Mujtahid tentang jalan-jalan yang harus ditempuh dalam
mengambil hukum-hukum dari nash dan dari dalil-dalil lain yang disandarkan
kepada nash itu sendiri seperti Al-Qur’an, Sunnah Rasulullah, Ijma’,
Qiyas, dan lain-lain.
Hubungan ilmu fiqih dengan Ushul Fiqih, yaitu Ilmu Fiqih merupakan produk
dari Ushul Fiqh. Ilmu Fiqh berkembang kerena berkembangnya Ilmu Ushul Fiqh.Ilmu
fiqh akan bertambah maju manakala ilmu Ushul Fiqh mengalami kemajuan karena
ilmu Ushul Fiqh adalah semacam ilmu atau alat yang menjelaskan metode dan
sistem penetapan hukum berdsarkan dalil- dalil naqli maupun naqli. Sedangkan
Ilmu Ushul fiqh adalah ilmu alat-alat yang menyediakan bermacam- macam
ketentuan dan kaidah sehingga diperoleh ketetapan hukum syara’ yang harus
diamalkan manusia.
Ruang
lingkup ushul fiqhyang dibahassecara global adalah sebagai sumber dan dalil
hukum dengan berbagai permasalahannya, bagaimana memanfaatkan sumber dan dalil
hukum tersebut dan lain-lain.
Objek
Kajian Ushul Fiqh membahas tentang hukum syara’, tentang sumber-sumber dalil
hukum, tentang cara mengistinbathkan hukum dan sumber-sumber dalil itu serta
pembahasan tentang ijtihad dengan tujuan mengemukakan syarat-syarat yang harus
dimiliki oleh seseorang mujtahid, agar mampu menggali hukum syara’ secara tepat
dan lain-lain.
Menurut
Abdul Wahab Khallaf, tujuan dari ilmu ushul Fiqh adalah menerapkan
kaidah-kaidah dan teori-teorinya terhadap dalil-dalil yang rinci untuk
menghasilkan hukuk syara’ yang ditunjuki dalil itu. Jadi, berdasarkan
kaidah-kaidahnya dan bahasan-bahasannya maka nash-nash syara’ dapat dipahami dan
hukum yang menjadi dalalahnya dapat diketahui, serta sesuatu yang dapat
menghilangkan kesamaran lafadz yang samar dapat diketahui. Selain itu juga
diketahui juga dalil-dalil yang dimenangkan ketika terjadi pertentangan antara
satu dalil dengan dalil yang lainnya.
B.
Saran
Demikian makalah sederhana
ini kami susun. Terima kasih atas antusiasme dari pembaca yang sudi menelaah
isi makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, karena
terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada
hubungannya dengan judul makalah ini.
Penulis banyak berharap para pembaca yang budiman sudi
memberikan saran kritik konstruktif kepada penulis demi sempurnanya makalah ini
dan penulisan makalah di kesempatan–kesempatan berikutnya.Semoga makalah ini
berguna bagi penulis pada khususnya juga para pembaca yang budiman pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Syarifuddin,
Amir . 2017. Ushul Fiqh, Jilid 1, Jakarta: PT Prenada Media..
Rohayana, Ade Dedi. 2006. ilmu Ushul fiqih (pekalongan:
STAIN Press).
Suyatno.2011.Dasar-dasar Ilmu
Fiqh dan Ushul Fiqh, cet.1 (Jogjakarta: Ar_Ruzz Media).
Khallaf, Abdul Wahhab. 1996. Kaidah-kaidah Hukum Islam, cet. VI (Jakarta:
Raja Grafindo Persada).
Haroen, Nasrun. 1997. Ushul Fiqih I (Jakarta
: PT. Logos Wacana Ilmu).
[6] . Abdul Wahhab Khallaf, Kaidah-kaidah Hukum Islam,
cet. VI (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996). Hal. 6