Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

MAKALAH KONSEP BID'AH










MAKALAH


 KONSEP BID’AH


Sebagai  Tugas 
Mata  Kuliah Aswaja  I


Dosen
Pengampu : Nur Rois.M.Pd.I.






























Disusun Oleh :


1.      Ahmad
Faizal Hadi


2.      Abdul
Wahab








FAKULTAS AGAMA ISLAM


JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


UNIVERSITAS WAHID HASYIM


2018





KATA PENGANTAR





Assalamu ‘alaikum wr. wb.


Segala ucap syukur alhamdulillah
kepada ALLAH S.W.T yang telah melimpahkan rahmat dan ridha-Nya sehingga Penulis
bisa menyusun makalah ini yang berjudul “ BID’AH“ sebagai tugas mata kuliah
KEMUHAMMADIYAHAN.


Penulis berharap semoga dengan disusunnya
makalah ini akan memberikan manfaat bagi Penulis khususnya dan bagi pembaca
pada umumnya.


Islam adalah agama yang telah
sempurna dan bersifar universal. Universitas Islam selain bermakna keberlakuan
Islam untuk semua manusia,semua bangsa dan negara,juga subtansi ajarannya.
Ajaran Islam,kalau dilakukan oleh siapapun pasti akan membawa pada kebaikan
hidup,walaupun orang tersebut secara formal belum menyatakan
keislamannya.Subtansi jaran islam memuat seluas kehidupan dan persoalan
manusia,sehingga islam tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan Alla(hablum
minallah)saja,tetapi jiga mengatur hubungan manusia dengan sesama dalam
lingkungan-nya(hablum minannas).


Penulis menyadari pasti ada
kekurangan dan kelemahan yang terdapat pada makalah ini karena keterbatasan
pengetahuan yang Penulis miliki. Untuk itu, penyusun terbuka terhadap kritik
dan saran sehingga bisa menambah kesempurnaan dan memberikan kami tambahan
pengetahuan.


Wassalamu’alaikum wr.wb


























DAFTAR ISI





KATA
PENGANTAR ...................................................................................2


DAffTAR
ISI  ..............................................................................................3


BAB
1 PENDAHULUAN  
............................................................................4


A.   
Latar  Belakang       ................................................................4


B.    Perumusan Masalah         ......................................................5


C.     Tujuan        
...........................................................................5


                             BAB II  PEMBAHASAN            ...................................................................6


A.    Pengertian
Bid’ah      .............................................................6


B.      Macam-Macam Bid’ah   .......................................................7


C.      Sisi 
Perbedaan  Antara  Bid’ah Dengan Maksiat   ...............8


D.    Tingkatan  Bid’ah          ..........................................................8


E.     Nabi
Muhammadd  SAW  Memperbolehkan  Berbuat


 Bid’ah  
Hasanah          
.........................................................9


F.      Hukum  Dan 
Contoh  Bid’ah       ...........................................9


G.   Dalil-dalil 
Bid’ah           .........................................................11


H.   Isi 
Perbedaan  Antara  Bid’ah Dengan Maksiat           ..........13


I.    ingkatan 
Bid’ah        ..............................................................13


J.  .Dalil-dalil 
Bid’ah         ............................................................13


                              BAB III  PENUTUP   
..............................................................................
15


Kesimpulan          
........................................................................15


Saran      ..................................................................................15


 BAB IV DAFTAR PUSTAKA   ....................................................................16








BAB I


PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang


Islam memberikan tuntunan kepada
manusia dalam hal pergaulan,
bahwa
pergaulan itu hendaknya didasarkan atas moral atau budi pekerti yang luhur,bukan
atas dasar kemuliaan status sosial maupun materi dan sesungguhnya dalam
kehidupan ini sangat dibutuhkan adanya pengenalan antara manusia yang satu
dengan yang lain.


Selaras dengan ungkapan sebuah
syair:”Aku mengenali kejelekan bukan untuk kejelekan, namun agar berjaga-jaga
darinya siapa yang tak kenal kebaikan dari kejelekan, ia akan terjerumus ke
dalamnya.”


Dengan demikian tidak cukup bagi
seseorang dalam beribadah hanya mengetahui sunnah saja, akan tetapi juga harus
mengenali lawannya yakni bid’ah, seperti dalam hal keimanan tidak cukup
mengerti tauhid saja tanpa mengetahui syirik. Allah subhanahu wa ta’ala telah
mengisyaratkan hal ini dalam firmanNya (yang artinya), “Karena itu barangsiapa
yang ingkar kepada thoghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah
berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus.” (Al Baqoroh:
256).


Sementara apa yang ada di dalam
Kitabullah berisikan perintah untuk ittiba’ (mengikuti tuntunan Rosulullah).
Allah berfirman (yang artinya), “Katakanlah: ‘Jika kamu (benar-benar) mencintai
Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.’ Allah
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS Ali Imran: 31).


Allah juga berfirman (yang
artinya), “Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalanKu yang lurus,
maka ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena
jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalanNya. Yang demikian itu
diperintahkan Allah kepadamu agar kamu bertakwa.” (QS Al An’am: 153).





B.   Perumusan 
Masalah


1.      Berdasarkan
latar belakang pemasalahan di atas, maka Penulis dalam menyusun makalah ini
dapat mengambil beberapa permasalahan, yaitu


2.      Bagaimana
sesuatu permasalahan,hal,tindakan atau perilaku bisa dikatakan “BID’AH”?


3.      Bagaimana
pesan yang disampaikan dalam makalah yang disusun oleh Penulis tentang”BID’AH”
ini?


4.      Bagaimana
tanggapan dan pendapat masyarakat ataupun para ulama tentang”BID’AH”?





C.  Tujuan


           
Berdasarkan uraian di atas, maka tujuan Penulis menyusun makalah ini
adalah sebagai berikut


1.      Untuk
mengetahui pengertian bid’ah


2.      Untuk
mengetahui macam-macam bid’ah dalam agama Islam


3.      Untuk
mengetahui hukum perbuatan bid’ah


4.      Untuk
mengetahui penyebab-penyebab lahirnya bid’ah


5.      Untuk
mengetahui bahaya bid’ah bagi agama Islam


6.      Untuk
mengetahui dalil-dalil yang mencela bid’ah


7.      Untuk
mengetahui cara menghindarkan diri dari bid’ah












































BAB 
II


PEMBAHASAN


A.  Pengertian 
Bid’ah


    1. Menurut Bahasa


Bid’ah menurut bahasa, diambil dari
bida’ yaitu mengadakan sesuatu tanpa ada contoh. Sebelumnya Allah berfirman.


Badiiu’ as-samaawaati wal ardli


“Artinya : Allah pencipta langit
dan bumi” [Al-Baqarah : 117]


Artinya adalah Allah yang
mengadakannya tanpa ada contoh sebelumnya.


Juga firman Allah.


Qul maa kuntu bid’an min ar-rusuli


“Artinya : Katakanlah : ‘Aku
bukanlah rasul yang pertama di antara
rasul- rasul”.


 [Al-Ahqaf :
9].


Maksudnya adalah : Aku bukanlah
orang yang pertama kali datang dengan risalah ini dari Allah Ta’ala kepada
hamba-hambanya, bahkan telah banyak sebelumku dari para rasul yang telah
mendahuluiku.Dan dikatakan juga : “Fulan mengada-adakan bid’ah”, maksudnya :
memulai satu cara yang belum ada sebelumnya.[1]


Ibtida’(membuat sesuatu yang baru)
ada dua makna;


Membuat sesuatu yang baru dalam
agama,dan hal ini haram hukumnya.karena hukum asal dalam agama adalah
tawqif(terbatas pada apa yang diajarkan oleh syari’at).


Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda : “Artinya : Barangsiapa yang mengadakan hal yang baru (berbuat
yang baru) di dalam urusan kami ini yang bukan dari urusan tersebut, maka
perbuatannya di tolak (tidak diterima)”. Dan di dalam riwayat lain disebutkan :
“Artinya : Barangsiapa yang berbuat suatu amalan yang bukan didasarkan urusan
kami, maka perbuatannya di tolak”.[2]


2.
Bid’ah  Menurut  Istilah


Bid’ah menurut istilah
(syar’i/terminologi) adalah : sesuatu yang diada-adakan menyerupai syariat
tanpa ada tuntunannya dari Rasulullah yang diamalkan seakan-akan bagian dari
ibadah. Dalam hal ini Rasūlullôh Shallallahu ’alaihi wa Salam bersabda :
”Barangsiapa yang mengamalkan suatu amalan yang tiada ada tuntunannya dariku,
maka tertolak” (HR Bukhari Muslim) dan hadits : ”Setiap bid’ah itu sesat dan
setiap kesesatan neraka tempatnya.”





B.   Macam-macam bid’ah


Imam Nawawi dalam kitabnya Alazkar,
mengatakan bahwa bid’ahitu
terbagi
menjadi:


a.Bid’ah Wajib


Contoh:mempelajari ilmu Nahwu untuk
lebih memahami kalamullah dan sunnah rasul adalah sesuatu yang wajib dipelajari
dan untuk menjaga syariat maka bid’ah itu adalah wajib


b.Muharramah


Contoh:Mazhab-mazhab yang sesat,
seperti Qadariyah, jabariah dan Khawarij, juga termasuk menciptakan sesuatu
yang mendatangkan mudharat bagi diri dan orang lain.


c.  
Mandubah


Contoh Bid’ah Mandubah: Pembangunan
sekolah, jembatan, shalat tarawih berjamaah di mesjid dan lain-lain.


d.  
Mubaha


Contoh Bid’ah mubaha: menambah
kelezatan makanan dan minuman serta memperindah pakaian


Dan beliau pun berbicara mengenai
berjabat tangan setelah menunaikan shalat, dimana berjabat tangan adalah sunnah
pada setiap kali bertemu, namun orang-orang terbiasa dengan berjabat tangan dan
menjadikannya adat hanya pada setiap kali selesai shalat subuh dan ashar saja,
padahal tidak mempunyai dasar dalam syara’, namun tidak apa-apa karena asal
hukum berjabatan tangan adalah sunnah.[3]


C.
Sisi  Perbedaan  Antara 
Bid’ah Dengan Maksiat


    Dasar
larangan maksiat biasanya dalil-dalil yang khusus, baik teks wahyu (Al-Qur’an ,
As-Sunnah) atau ijma’ atau qiyas. Berbeda dengan bid’ah, bahwa dasar
larangannya –biasanya dalil-dalil yang umum dan maqaashidusysyarii’ah serta
cakupan sabda Rasulullah ‘Kullu bid’atin dhalaalah’ (setiap bida’ah itu sesat).


Maka sesungguhnya pelaku maksiat
terkadang ingin taubat dan kembali, berbeda dengan ahli bid’ah, sesungguhnya
dia meyakini bahwa amalanya itu adalah qurbah (ibadah yang mendekatkan kepada
Allah, terutama ahli bid’ah kubra (pelaku bid’ah besar), sebagaimana firman
Allah Subhanahu wa Ta’ala.


“Artinya : Maka apakah orang yang
dijadikan (syaithan) menganggap baik pekerjaan yang buruk lalu dia meyakini
pekerjaan itu baik…” [Faathir : 8]


Sufyan At-Tsauri berkata : “Bid’ah
itu lebih disukai Iblis daripada maksiat, karena maksiat bisa ditaubati dan
bid’ah tidak (idharapkan) taubat darinya.


Dalam satu riwayat diceritakan
bahwa Iblis berkata, “Saya mencelakakan Bani Adam dengan dosa dan mereka membinasakanku
dengan istighfar dan Laailaha illalah.


Tatkala saya melihat itu, maka saya
menebar hawa nafsu di antara mereka. Maka mereka berbuat dosa dan tidak
bertaubat, karena mereka beranggapan bahwa mereka berbuat baik.


Jenis bid’ah besar dari maksiat,
karena fitnah ahli bid’ah (mubtadi) terfdapat dalam dasar agama, sedangkan
fitnah pelaku dosa terdapat dalam syahwat.


D.
Tingkatan  Bid’ah


Kita tidak ragu lagi bahwa bid’ah
memiliki beberapa tingkatan, yaitu dua tingkatan. Bid’ah yang muharramah, yaitu
bid’ah yang tidak sampai menyebabkan pelakunya menjadi kafir. Yang kedua:
Bid’ah Mukaffirah (yang bisa membuat pelakunya menjadi kafir). Maka bid’ah itu
bisa jadi muharramah dan bisa jadi mukaffirah. Contohnya: ketika kita mengatakan
bahwa pengkhususan sebagian imam dengan melakukan qunut pada shalat Subuh
dengan membaca: Allahummahdina fiiman hadaita adalah bid’ah. Ini memang bid’ah.[4]


E.
Nabi Muhammadd  SAW  Memperbolehkan  Berbuat Bid’ah   Hasanah


Nabi saw memperbolehkan kita
melakukan bid’ah hasanah selama hal itu baik dan tidak menentang syariah.
Sebagaimana sabda beliau saw:


“Barangsiapa membuat buat hal baru
yang baik dalam islam, maka baginya pahalanya dan pahala orang yang
mengikutinya dan tak berkurang sedikitpun dari pahalanya, dan barangsiapa
membuat-buat hal baru yang buruk dalam Islam, maka baginya dosanya dan dosa
orang yang mengikutinya dan tak dikurangkan sedikitpun dari dosanya”


(Shahih Muslim hadits no.1017,
demikian pula diriwayatkan pada Shahih Ibn Khuzaimah, Sunan Baihaqi Alkubra,
Sunan Addarimiy, Shahih Ibn Hibban dan banyak lagi).


Pastilah diperlukan hal-hal yang
baru demi menjaga muslimin lebih terjaga dalam kemuliaan. Demikianlah bentuk
kesempurnaan agama ini yang tetap akan bisa dipakai hingga akhir zaman. Inilah
makna sebenarnya dari ayat:





الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الإسْلامَ دِينًا


Hari
ini Kusempurnakan untuk kalian agama kalian, kusempurnakan pula kenikmatan bagi
kalian, dan kuridhoi islam sebagai agama kalian”


Maksudnya semua ajaran telah
sempurna, tak perlu lagi ada pendapat lain demi memperbaiki agama ini. Semua
hal baru, yang baik, termasuk dalam kerangka syariah, sudah direstui oleh Allah
dan rasul Nya. Alangkah sempurnanya Islam.


F.  Hukum 
Dan  Contoh  Bid’ah


Meski namanya bid’ah, namun dari
segi hukum, hukumnya tetap terbagi menjadi lima perkara sebagaimana hukum dalam
fiqih. Ada bid’ah yang hukumnya haram, tapi juga ada bid’ah yang hukumnya
wajib. Dan ada juga yang hukumnya mubah, makruh dan sunnah


      Di
antara contoh bid’ah dengan kelima hukumnya, adalah:


      1. Bid’ah Yang Hukumnya Wajib


                  
Seperti belajar bahasa Arab dengan ilmu Nahwu dan ilmu Sharf. Jelas
sekali kalau pakai definisi yang mereka buat, mempelajari keduanya tidak pernah
dilakukan oleh Rasulullah SAW dan para shahabatnya. Bahkan tidak ada seorang
pun yang mempelajari kedua cabang ilmu bahasa Arab itu di masa kenabian.


      2.   
Bid’ah Yang Hukumnya Sunnah


                        Misalnya mendirikan
sekolah dengan sistem pendidikan modern, ada kurikulum, kelas, ujian, nilai
raport, ijazah dan seterusnya. Di zaman Rasulullah SAW jelas tidak ada sistem
seperti ini. Kalau mau jujur, maka mendirikan dan menjalankan sebuah sekolah
termasuk kategori bid’ah.


Tetapi semua orang di dunia ini sepakat bahwa
sekolah itu penting buat mempersiapkan generasi kita di masa depan. Maka para
ulama mengatakan bahwa mendirikan sekolah termasuk hal yang disunnahkan, meski
termasuk bid’ah.





    3.      
Bidah Yang Hukumnya Mubah


                        Seperti bersalaman
setelah shalat fardhu dengan sesama jamaah shalat. Juga termasuk berpakaian
yang bagus dan memakan makanan yang lezat dan enak. Para ulama menghukuminya
sebagai mubah, walau termasuk kategori bid’ah.





 4.   
Bid’ah Yang Hukumnya Makruh


                        Seperti menghias masjid
dengan hiasan mahal terbuat dari emas, perak atau benda berharga lainnya.
Bahkan sebagian ulama seperti Dr. Said Ramadhan Al-Buthi termasuk ikut
mengharamkan penghiasan masjid secara berlebihan.[5]


5.    Bid’ah Yang Hukumnya Haram


                           Penyimpangan yang
nampaknya telah diantisipasi oleh Rasulullah SAW sejak abad ke-7 masehi dengan
statemen beliau bahwa bid’ah itu sesat dan sesat itu dihari akhir pasti akan
dimasukkan kedalam neraka.


jika memberikan Manfaat kepada Diri yang mengerjakan
dan kepada para Muslimin, maka Bid’ah tersebut TIDAK SESAT, tetapi justeru
menjadi Bid’ah hasanah (kebaikan).


G.  Dalil-dalil 
Bid’ah


Berikut adalah hadits-hadits yang
menjelaskan tentang apabila orang membuat cara-cara baru dalam ibadah yang
tidak ada dalam syariat:


1          عن جابر بن عبد الله أن رسول الله قال: أما بعد فإن خير الحديث كتاب الله وخير الهدي هدي محمد وشر الأمور محدثاتها وكل بدعة ضلالة


“Dari sahabat Jabir bin Abdillah
rodhiallahu’anhu bahwasannya Rasulullah shollallahu’alaihiwasallam bersabda:
“Amma ba’du: sesungguhnya sebaik-baik perkataan ialah kitab Allah (Al Qur’an)
dan sebaik-baik petunjuk ialah petunjuk Nabi Muhammad
shollallahu’alaihiwasallam, dan sejelek-jelek urusan ialah urusan yang
diada-adakan, dan setiap bid’ah ialah sesat”. (Riwayat Muslim, 2/592, hadits
no: 867).[6]


2          عن العرباض بن سارية قال: صلى بنا رسول الله ذات يوم ثم أقبل علينا فوعظنا موعظة بليغة ذرفت منها العيون ووجلت منها القلوب، فقال قائل:
يا رسول الله كأن هذه موعظة مودع، فماذا تعهد إلينا؟ فقال: أوصيكم بتقوى الله والسمع والطاعة وإن عبدا حبشيا؛ فإنه من يعش منكم بعدي فسيرى اختلافا كثيرا، فعليكم بسنتي وسنة الخلفاء المهديين الراشدين، تمسكوا بها وعضوا عليها بالنواجذ، وإياكم ومحدثات الأمور فإن كل محدثة بدعة وكل بدعة ضلالة


“Dari sahabat ‘Irbadh bin As Sariyyah
rodhiallahu’anhu ia berkata: Pada suatu hari Rasulullah
shollallahu’alaihiwasallam shalat berjamaah bersama kami, kemudian beliau
menghadap kepada kami, lalu beliau memberi kami nasehat dengan nasehat yang
sangat mengesan, sehingga air mata berlinang, dan hati tergetar. Kemudian ada
seorang sahabat yang berkata: Wahai Rasulullah, seakan-akan ini adalah nasehat
seorang yang hendak berpisah, maka apakah yang akan engkau wasiatkan (pesankan)
kepada kami? Beliau menjawab: Aku berpesan kepada kalian agar senantiasa
bertaqwa kepada Allah, dan senantiasa setia mendengar dan taat ( pada
pemimpin/penguasa , walaupun ia adalah seorang budak ethiopia, karena barang
siapa yang berumur panjang setelah aku wafat, niscaya ia akan menemui banyak
perselisihan.


Mu’adz bin Jabal ataupun Ayyub tidak membedakan
antara bid’ah hasanah dengan bid’ah dhalalah, semuanya dikecam dan dikatakan
sesat dan menjauhkan pelakunya dari Allah. Imam Malik bin Anas menjelaskan,
alasan mengapa setiap bid’ah itu adalah sesat, beliau berkata:


من
أحدث في هذه الأمة اليوم شيئا لم يكن عليه سلفها فقد زعم أن رسول الله خان الرسالة لأن الله تعالى يقول
: )حرمت عليكم الميتة والدم ولحم الخنزير وما أهل لغير لله به والمنخنقة والموقوذة والمتردية والنطيحة وما أكل السبع إلا ما ذكيتم وما ذبح على النصب وأن تستقسموا بالأزلام ذلكم فسق اليوم يئس الذين كفروا من دينكم فلا تخشوهم وخشون اليوم أكملت لكم دينكم وأتممت عليكم نعمتي ورضيت لكم الإسلام دينا فمن اضطر في مخمصة غير متجانف لإثم فإن الله غفور رحيم(
(المائدة 3) فما لم يكن يومئذ دينا لا يكون اليوم دينا





“Barang siapa pada zaman sekarang mengada-adakan
pada ummat ini sesuatu yang tidak diajarkan oleh pendahulunya (Nabi
shollallahu’alaihiwasallam dan sahabatnya), berarti ia telah beranggapan bahwa
Rasulullah shollallahu’alaihiwasallam telah mengkhianati kerasulannya, karena
Allah Ta’ala berfirman: “Diharamkan bagimu bangkai, darah ………pada hari ini
telah Ku-sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu
ni’mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam menjadi agamamu. Maka barang siapa yang
terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha
Pengampun lagi Maha penyayang” (Al Maidah: 3) sehingga segala yang tidak
menjadi ajaran agama kala itu (zaman Nabi shollallahu’alaihiwasallam dan
sahabatnya) maka hari ini juga tidak akan menjadi ajaran agama”. (Riwayat Ibnu
Hazem dalam kitabnya Al Ihkam 6/225).[7]


H.
Isi 
Perbedaan  Antara  Bid’ah Dengan Maksiat


    Dasar
larangan maksiat biasanya dalil-dalil yang khusus, baik teks wahyu (Al-Qur’an ,
As-Sunnah) atau ijma’ atau qiyas. Berbeda dengan bid’ah, bahwa dasar
larangannya –biasanya dalil-dalil yang umum dan maqaashidusysyarii’ah serta
cakupan sabda Rasulullah ‘Kullu bid’atin dhalaalah’ (setiap bida’ah itu sesat).


I.       Tingkatan  Bid’ah


Kita tidak ragu lagi bahwa bid’ah memiliki beberapa tingkatan,
yaitu dua tingkatan. Bid’ah yang muharramah, yaitu bid’ah yang tidak sampai
menyebabkan pelakunya menjadi kafir. Yang kedua: Bid’ah Mukaffirah (yang bisa
membuat pelakunya menjadi kafir). Maka bid’ah itu bisa jadi muharramah dan bisa
jadi mukaffirah. Contohnya: ketika kita mengatakan bahwa pengkhususan sebagian
imam dengan melakukan qunut pada shalat Subuh dengan membaca: Allahummahdina
fiiman hadaita adalah bid’ah. Ini memang bid’ah.


J.  Dalil-dalil 
Bid’ah


Berikut adalah hadits-hadits yang menjelaskan
tentang apabila orang membuat cara-cara baru dalam ibadah yang tidak ada dalam
syariat:


1          عن جابر بن عبد الله أن رسول الله قال: أما بعد فإن خير الحديث كتاب الله وخير الهدي هدي محمد وشر الأمور محدثاتها وكل بدعة ضلالة


“Dari sahabat Jabir bin Abdillah rodhiallahu’anhu
bahwasannya Rasulullah shollallahu’alaihiwasallam bersabda: “Amma ba’du:
sesungguhnya sebaik-baik perkataan ialah kitab Allah (Al Qur’an) dan
sebaik-baik petunjuk ialah petunjuk Nabi Muhammad shollallahu’alaihiwasallam,
dan sejelek-jelek urusan ialah urusan yang diada-adakan, dan setiap bid’ah
ialah sesat”. (Riwayat Muslim, 2/592, hadits no: 867).[8]





2.         عن العرباض بن سارية قال:
صلى بنا رسول الله ذات يوم ثم أقبل علينا فوعظنا موعظة بليغة ذرفت منها العيون ووجلت منها القلوب، فقال قائل: يا رسول الله كأن هذه موعظة مودع، فماذا تعهد إلينا؟ فقال:
أوصيكم بتقوى الله والسمع والطاعة وإن عبدا حبشيا؛ فإنه من يعش منكم بعدي فسيرى اختلافا كثيرا، فعليكم بسنتي وسنة الخلفاء المهديين الراشدين، تمسكوا بها وعضوا عليها بالنواجذ، وإياكم ومحدثات الأمور فإن كل محدثة بدعة وكل بدعة ضلالة





“Dari sahabat ‘Irbadh bin As Sariyyah
rodhiallahu’anhu ia berkata: Pada suatu hari Rasulullah
shollallahu’alaihiwasallam shalat berjamaah bersama kami, kemudian beliau
menghadap kepada kami, lalu beliau memberi kami nasehat dengan nasehat yang
sangat mengesan, sehingga air mata berlinang, dan hati tergetar. Kemudian ada
seorang sahabat yang berkata: Wahai Rasulullah, seakan-akan ini adalah nasehat
seorang yang hendak berpisah, maka apakah yang akan engkau wasiatkan (pesankan)
kepada kami? Beliau menjawab: Aku berpesan kepada kalian agar senantiasa
bertaqwa kepada Allah, dan senantiasa setia mendengar dan taat ( pada
pemimpin/penguasa , walaupun ia adalah seorang budak ethiopia, karena barang
siapa yang berumur panjang setelah aku wafat, niscaya ia akan menemui banyak
perselisihan. Maka hendaknya kalian berpegang teguh dengan sunnahku dan sunnah
Khulafa’ Ar rasyidin yang telah mendapat petunjuk lagi bijak. Berpegang eratlah
kalian dengannya, dan gigitlah dengan geraham kalian. Jauhilah oleh kalian
urusan-urusan yang diada-adakan, karena setiap urusan yang diada-adakan ialah
bid’ah, dan setiap bid’ah ialah sesa


t“. (Riwayat Ahmad 4/126, Abu Dawud, 4/200, hadits
no: 4607, At Tirmizy 5/44, hadits no: 2676, Ibnu Majah 1/15, hadits no:42, Al
Hakim 1/37, hadits no: 4, dll).[9]

















BAB 
III


PENUTUP


A.   
Kesimpulan


Dari uraian di atas dapat ditarik
kesimpulan bahwa:


Bidah merupakan pelanggaran yang
sangat besar dari sisi melampaui batasan-batasan hukum Allah dalam membuat
syariat, karena sangatlah jelas bahwa hal ini menyalahi dalam meyakini
kesempurnaan syariat.Menuduh Rasulullah Muhammad SAW menghianati risalah,
menuduh bahwa syariat Islam masih kurang dan membutuhkan tambahan serta belum
sempurna. Jadi secara umum dapat diketahui bahwa semua bid’ah dalam perkara
ibadah/agama adalah haram atau dilarang sesuai kaedah ushul fiqih bahwa hukum
asal ibadah adalah haram kecuali bila ada perintah dan tidaklah tepat pula
penggunaan istilah bid’ah hasanah jika dikaitkan dengan ibadah atau agama
sebagaimana pandangan orang banyak.


Analisis tentang Bid’ah dapat
dipergunakan untuk menambah pengetahuan


tentang agama islam bagi masyarakat.Berkaitan dengan
moral dan peran manusia,maka penyebab yang paling dominan sebagai penyebab
terjadinya Bid’ah yaitu tidak adanya pemahaman dan komitmen agama yang baik
dikalangan masyarakat.Iman kita dapat dirusak oleh perbuatan-perbuatan yang
mendekati Bid’ah.Iman memiliki fungsi dan hikmah yang besar bagi kehidupan
untuk melenyapkan Bid’ah.


       B. 
Saran


Setelah disadari bahwa Bid’ah
kesalahan yang besar yang menyalahi hukum-hukum Allah


dan tidak diajarkan dalam agama Islam maka hendaklah
masyarakat mampu meramu pendidikan agama Islam yang sesuai dengan
ketentuan-ketentuan yang diajarkan dalam agama islam.


Diharapkan dengan adanya makalah ini pembaca akan
lebih dapat mencari tahu  tentang bid’ah
yang diwajibkan dan diharamkan.


Masyarakat hendaknya mampu mengadakan
penelitian-penelitian  sederhana yang
bertujuan untuk menemukan formula-formula baru 
bagi system pembelajaran agam islam yang lebih inovatif untuk
meningkatkan  mutu pendidikan tentang
agama islam yang menambah dan memperkuat iman kita terhadap Allah.





BAB IV


DAFTAR  PUSTAKA


Asyur,Musthafa.1995.Amalan baru dalam pandangan iman
as suyutr.Surabaya:Darul Hikmah.


Dr.Muhammad.2006Dzikir Berjamaah antara sunah dan
bid’ah.Solo:Daru alhidayah an-Nabawi


Hasan,ali.2000.Membedah akar bid’ah.Jakarta
Timur:Pustaka Al Kautsar.


Shobron Sudarno.2005.Studi Islam 3.Surakarta :
LPD,UMS.


Zuhdi Najmuddin.M. dan Shobahiya
Mahasri.2006.Ber-Islam.Surakarta : LPD,UMS.


Shobahiya Mahasri dan Rosyadi Imron.2005.Studi Islam
1.Surakarta : LPD,UMS.


majalahnikah.com/index.php?option=com_content&viewarticle&id=14:kedudukan-bidah-dan-maksiat-dalam-agama&catid
=18:shirathalmustaqim&Itemid=28


almanhaj.or.id/index.php?action=more&article_id=439&bagian=0


abusalma.wordpress.com/ebooks












[1]
Asyur,Musthafa.1995.Amalan baru dalam pandangan iman as suyutr.Surabaya:Darul Hikmah.




[2]
Dr.Muhammad.2006Dzikir Berjamaah antara sunah dan bid’ah.Solo:Daru alhidayah
an-Nabawi







[3]
Dr.Muhammad.2006Dzikir Berjamaah antara sunah dan bid’ah.Solo:Daru alhidayah
an-Nabawi, Asyur,Musthafa.1995.Amalan
baru dalam pandangan iman as suyutr.Surabaya:Darul Hikmah.










[4]
Hasan,ali.2000.Membedah akar bid’ah.Jakarta Timur:Pustaka Al Kautsar.


Zuhdi Najmuddin.M. dan Shobahiya
Mahasri.2006.Ber-Islam.Surakarta : LPD,UMS.







[5]
Zuhdi Najmuddin.M. dan Shobahiya Mahasri.2006.Ber-Islam.Surakarta : LPD,UMS.


abusalma.wordpress.com/ebooks







[6]
Shobahiya Mahasri dan Rosyadi Imron.2005.Studi Islam 1.Surakarta : LPD,UMS.


majalahnikah.com/index.php?option=com_content&viewarticle&id=14:kedudukan-bidah-dan-maksiat-dalam-agama&catid
=18:shirathalmustaqim&Itemid=28







[7]
majalahnikah.com/index.php?option=com_content&viewarticle&id=14:kedudukan-bidah-dan-maksiat-dalam-agama&catid
=18:shirathalmustaqim&Itemid=28


Shobahiya Mahasri dan Rosyadi Imron.2005.Studi Islam
1.Surakarta : LPD,UMS.







[8]
almanhaj.or.id/index.php?action=more&article_id=439&bagian=0


Hasan,ali.2000.Membedah akar bid’ah.Jakarta Timur:Pustaka Al
Kautsar.







[9]
abusalma.wordpress.com/ebooks