Tafsir Tarbawi
BAB I
PENDAHULUAN
Al Qur’an merupakan petunjuk bagi seluruh umat manusia. Al Qur’an juga menjadi penjelasan (bayyinat). Dari petunjuk tersebut sehingga kemudian mampu menjadi pembeda (furqaan)-antara yang baik dan yang buruk. Disinilah manusia mendapatkan petunjuk dari Al Qur’an. Manusia akan mengerjakan yang baik dan akan meninggalkan yang buruk atas dasar pertimbangannya terhadap Al Qur’an tersebut. Maka untuk itu sekiranya penting bagi kita mengetahui ilmutafsir,tafsir,ulumul qur’an dan tafsir tarbawi
Terhadap al quran mempunyai peranan yang sangat besar dan penting bagi kemajuan dan perkembangan umat islam. Oleh karena itu, sangat besar perhatian para ulama untuk memahami dan menggali dan memahami makna yang terkandung dalam kitab suci ini. Sehingga lahirlah bermacam-macam tarfsir dengan corak dan metode penafsiran yang beraneka ragam pula, dan dalam penafsiran itu nampak dengan jelas sebagai suatu cermin perkembangan penafsiran al quran serta corak pemikiran para penafsirnya sendiri.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
1. Tafsir
Tafsir secara asal kata berasal dari kata ف-س-ر (fa-sa-ra) atau فَسَّرَ (fassara) yang bermakna بَيَنَ bayana (menjelaskan), dan وضَّحَ waddhaha (menerangkan). Dari sisi istilah, ada dua definisi:
Menurut istilah, pengertian tafsir adalah ilmu yang mempelajari kandungan kitab Allah yang diturunkan kepada nabi ﷺ, berikut penjelasan maknanya serta hikmah-hikmahnya. Sebagian ahli tafsir mengemukakan bahwa tafsir adalah ilmu yang membahas tentang al-Quran al-Karim dari segi pengertiannya terhadap maksud Allah sesuai dengan kemampuan manusia. Secara lebih sederhana, tafsir dinyatakan sebagai penjelasan sesuatu yang diinginkan oleh kata.
Dari beberapa pendapat diatas, dapat dipahami bahwa tafsir adalah suatu pengetahuan yang dapat menjelaskan atau menerangkan maksud ayat sehingga dapat dipahami apa yang dikehendaki oleh Allah Swt dengan nashnya untuk mengeluarkan huku-kukum yang terkandung di dalamnya dan mengeluarkan hikmah-hikmahnya.
2. IlmuTafsir
Kata ilmu tafsir terdiri dari dua kata “ilmu” dan “tafsir”. Ilmu secara bahasa berarti memahami sesuatu. Bedanya dengan ma’rifat (pengetahuan) adalah bahwa ilmu itu diungkapkan untuk memahami kulliyat (totalitas) berdasarkan argumen (dalil), sedangkan ma’rifat adalah untuk memahami bagian-bagiannya. Ilmu adalah pengetahuan yang dapat di uji kebenarannya secara ilmiah dan tersusun secara sistematis. Ilmu tafsir adalah ilmu yang membahas tentang bagaimana cara menerangkan atau menafsirkan al-Qur'an.
Yang menjadi pokok pembicaraan ilmu tafsir ialah alQur’an dari segi penjelasan dan maknannya. Ilmu Tafsir bukanlah sarihan atau terjemahan yang terdapat dalam kitabkitab tafsir dengan Ulumul Quran yang membahas al-Qur’an dari segala segi seperti ilmu qiroat, adab-adab membaca al-Qur’an, pengumpulan ayat-ayat dan surat-suratnya dan lain-lain serta di tambah dengan ilmu tafsir itu sendiri. Ilmu tafsir merupakan ilmu untuk menafsirkan dan memahami al-Qur’an dengan baik dan benar sesuai dengan kaidah yang berlaku.
3. Ulumul Qur’an
Ungkapan Ulumul Qur’an berasal dari bahasa arab, yaitu Ulum dan Al-Qur’an. Kata Ulum merupakan bentuk jama’ dari kata Ilmu, ilmu yang dimaksud disini sebagaimana didefinisikan Abu Syahbah adalah sejumlah materi pembahasan yang dibatasi kesatuan tema ataupun tujuan. Adapun Al-Qur’an sebagaimana didefinisikan sebagian ulama adalah kalamullah yang diturunkan kepada Nabi-Nya Muhammad SAW, yang lafadz-lafadznya mengandung mukjizat, dan ditulis pada mushaf mulai dari awal Surat Al-Fatihah(1) sampai akhir Surat An-Nas(114). Dengan demikian , secara bahasa ulumul qur’an adalah ilmu (pembahasan) yang berkaitan dengan Al Qur’an.
Adapun secara definisi umum Ulumul Qur’an adalah sejumlah pembahasan yang berkaitan dengan Al-Qur’an dan pembahasan itu menyangkut materi-materi yang selanjutnya menjadi pokok-pokok bahasan Ulumul Qur’an.
Tafsir tarbawi ialah tafsir yang berorientasi kepada ayat-ayat tentang pendidikan (ayat al-tarbawi). Dibandingkan dengan corak-corak tafsir yang lain, terutama tafsir ahkamyang akan disinggung nanti, kitab tafsir yang khusus tarbawi relatif masih amat sedikit. Di antara contoh kitab tafsir tarbawi ialah:
pendidikan dari Al-Qur’an<al-Karim), buah tangan Ahmad Zaki
Tafahah, Beirut-Lubnan: Dar al-Kitab al-Lubnani, 1980 M.
Ketiga buku di atas sesungguhnya tidak tepat digolongkan ke dalam kelompok buku-buku tafsir, mengingat orientasinya bukan pada penafsiran ayat-ayat tarbawi,melainkan lebih mengarah pada penggalian metodependidikan dalam al-Qur’an. Namun sungguhpun demikian, ketiga buku ini dan lain-lain yang sejenis memberikansumbangsih yang berharga bagi perumusan model tafsirtarbawi dan pengembangnnya di masa-masa yang akandatang.
B. Perbedaan
Segi tujuan
Ulumul Quran: memahami kandungan Al quran dariberbagai aspek
Ilmu Tafsir: Mengungkap tafsir/maksud ayat al quranyang samar
Segi manfaat
Ulumul Quran: Memahami Al quran secara utuh dariberbagai aspeknya
Ilmu Tafsir: Memahami lafadz2 Al quran dan makna ayatyang sukar
Segi kawasan
Ulumul quran: Meliputi berbagai ilmu yang berhubungandengan al quran
Ilmu Tafsir: Ilmu yang berkaitan dengan pengungkapanmakna lafadz Alquran utk memperoleh tafsir
Segi objek
Ulumul Alquran: Al quran secara utuh
Ilmu Tafsir: Lebih khusus pada makna lafadz ayat-ayat al quran yang sulit
C. Seluk beluk ilmu tafsir,tafsir,ulumul qur’an
Ilmu tafsir merupakan ilmu yang paling mulia, paling tinggi kedudukannya dan luas cakupannya. Paling mulia, karena kemulian sebuah ilmu itu berkaitan dengan materi yang dipelajarinya, sedangkan ruang lingkup pembahasan ilmu tafsir berkaitan dengan Kalamullah yang merupakan petunjuk dan pembeda dari yang haq dan bathil. Dikatakan paling luas cakupannya, karena seorang ahli tafsir membahas berbagai macam disiplin ilmu, dia terkadang membahas akidah, fikih, dan akhlak. Di samping itu, tidak mungkin seseorang dapat memetik pelajaran dari ayat-ayat Al-Qur’an, kecuali dengan mengetahui makna-maknanya.
Tafsir Al-Qur'an (bahasa Arab: تفسير القرآن) adalah ilmu pengetahuan untuk memahami dan menafsirkan yang bersangkutan dengan Al-Qur'an dan isinya berfungsi sebagai mubayyin (pemberi penjelasan), menjelaskan tentang arti dan kandungan Al-Qur'an, khususnya menyangkut ayat-ayat yang tidak di pahami dan samar artinya. Kebutuhan umat Islam terhadap tafsir Al-Qur'an, sehingga makna-maknanya dapat dipahami secara penuh dan menyeluruh, merupakan hal yang mendasar dalam rangka melaksanakan perintah Allah (Tuhan dalam Islam) sesuai yang dikehendaki-Nya.[1]
Dalam memahami dan menafsirkan Al-Qur'an diperlukan bukan hanya pengetahuan bahasa Arab, tetapi juga berbagai macam ilmu pengetahuan yang menyangkut Al-Qur'an dan isinya. Ilmu untuk memahami Al-Qur'an ini disebut dengan Ushul Tafsir atau biasa dikenal dengan Ulumul Qur'an (ilmu-ilmu Al-Qur'an). Terdapat tiga bentuk penafsiran yaitu Tafsîr bil ma’tsûr, at-tafsîr bir ra’yi, dan tafsir isyari, dengan empat metode, yaitu ijmâli, tahlîli, muqârin dan maudhû’i. Sedangkan dari segi corak lebih beragam, ada yang bercorak sastra bahasa, fiqh, teologi, filsafat, tasawuf, ilmiyah dan corak sastra budaya kemasyarakatan.
Dalam ulumul Quran, diuraikan secara terperinci tentang berbagai hal yang berhubungan dengan ilmu dan penafsiran Alquran. Seperti metode dan bentuk penafsiran Alquran, hubungan antara satu ayat dengan ayat lainnya, termasuk sejarah tentang cara penerimaan wahyu tersebut oleh Rasulullah SAW, hingga proses pengodifikasiannya.
Kendati menjabarkan berbagai ilmu tentang Alquran, penulisan ulumul Quran tidak dilakukan pada masa yang sama ketika Alquran diturunkan. Alquran ditulis dan dikumpulkan secara resmi pada masa Khalifah Utsman bin Affan RA. Sedangkan, penulisan ulumul Quran dilakukan selepas periode tersebut.
Hal ini karena pada masa awal Islam, pengetahuan mengenai seluk-beluk Alquran dan hal-hal yang berkaitan dengannya belum ditulis dan disusun dalam bentuk buku. Pengetahuan tersebut masih tersimpan dalam hati para sahabat Nabi Muhammad SAW.
Ketika itu, para sahabat Nabi pun belum merasa perlu untuk menuliskan pengetahuan tentang Alquran. Hal ini disebabkan dua hal. Pertama, adanya larangan Nabi Muhammad untuk menuliskan sesuatu, selain Alquran. Kedua, bila memang ditemukan berbagai masalah yang berkaitan dengan Alquran, para sahabat cukup menanyakan hal tersebut langsung kepada Nabi.
Akhirnya, selepas wafatnya Nabi Muhammad, penulisan Alquran pun mulai dilakukan. Kekhalifahan Utsman bin Affan yang mulanya merintis pekerjaan ini.
Pada masa tersebut, usaha penulisan Alquran dengan mushaf yang baik dan benar sedang dicanangkan. Karena itu, untuk mempermudah pekerjaan tersebut, disusunlah suatu ilmu yang mengatur metode penulisan mushaf Alquran, yang disebut ilm ar-rasm al-Qurani atau ilm ar-rasm al-Utsmani.
Pekerjaan tersebut pun dilanjutkan pada masa Kekhalifahan Ali bin Abi Thalib RA. Pada masa ini, dibentuk suatu ilmu yang membahas uraian kedudukan kata dalam Alquran. Ilmu tersebut diberi nama ilm i'rab Alquran.
Sedangkan pada masa Bani Umayyah, perhatian para sahabat mulai diarahkan untuk menyebarkan ulumul Quran dengan cara periwayatan dan pengajaran secara lisan. Usaha ini dipandang sebagai rintisan untuk melakukan penulisan ulumul Quran. Usaha yang sama dilakukan pula pada periode awal Dinasti Abbasiyah.
Penulisan ulumul Quran yang sesungguhnya mulai dilakukan pada abad kedua Hijriyah. Pada masa itu, cabang ilmu Alquran yang pertama mendapat perhatian para ulama adalah ilmu tafsir. Usaha ini ditandai dengan disusunnya berbagai kitab tafsir oleh para ulama pada masa tersebut.
Pada abad ketiga Hijriyah, beberapa ulama mulai menulis kitab ulumul Quran dengan objek pembahasan yang berbeda-beda. Al-Madini (234 Hijriyah), misalnya, menyusun buku tentang sebab turunnya Alquran.
Selain itu, Abu Ubaid al-Qasim bin Salam (224 Hijriyah) juga menyusun buku tentang nasikh dan mansukh dalam Alquran. Lalu, Muhammad bin Ayyub ad-Daris yang menyusun buku tentang Makkiyah (yang turun di Makkah) dan Madaniyyah (turun di Madinah).
Penulisan ulumul Quran terus berlanjut pada masa-masa berikutnya. Objek pembahasannya pun mulai beragam. Di antaranya, tentang majas dalam Alquran, hal-hal yang bersifat umum dalam Alquran, serta kata sulit dalam Alquran.
Dan, saat ini telah cukup banyak kitab ulumul Quran yang beredar serta selalu dijadikan rujukan. Dari sekian banyak kitab yang telah diterbitkan, kitab al-Burhan fi Ulum Alquran karya Imam Badruddin Muhammad bin Abdullah az-Zarkasyi asy-Syafii dan kitab Al-Itqan fi Ulum Alquran karya Imam Jalaluddin karya as-Suyuti asy-Syafii, merupakan dua kitab ulumul Quran yang paling cukup dikenal.
D. Penerapkan ilmu tafsir,tafsir,ulumul qur’andalam ayat tarbawiyah
(KEWAJIBAN BELAJAR MENGAJAR)
Tafsir Surat At-Taubah ayat 122
۞ وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُوْنَ لِيَنْفِرُوْا كَاۤفَّةًۗ فَلَوْلَا نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِّنْهُمْ طَاۤىِٕفَةٌ لِّيَتَفَقَّهُوْا فِى الدِّيْنِ وَلِيُنْذِرُوْا قَوْمَهُمْ اِذَا رَجَعُوْٓا اِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُوْنَ
Artinya: “Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya”. (Q.S. at-Taubah: 122).
Tafsir Ayat ُ
۞ وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُوْنَ لِيَنْفِرُوْا كَاۤفَّةًۗ
Artinya: “Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (kemedan perang)”.
Tidaklah patut bagi orang-orang mukmin, dan juga tidak dituntut supaya mereka seluruhnya berangkat menyertai setiap utusan perang yang keluar menuju medan perjuangan. Karena perang itu sebenarnya fardhu kifayah, yang apabila telah dilaksanakan oleh sebagian maka gugurlah yang lain, bukan fardu ain, yang wajib di lakukan setiap orang.
Perang barulah menjadi wajib, apabila Rasul memerintahkan agar mengerahkan seluruh kaum mu’min menuju medan perang. Selanjutnya Kata فَلَوْلَا (falaula) yang berarti anjuran dan dorongan melakukan sesuatu yang disebutkan sesudah kata-kata tersebut, apabila hal itu terjadi dimasa yang akan datang.
Tapi kata فَلَوْلَا (falaula) juga berarti kecaman atas meninggalkan perbuatan yang di sebutkan sesudah kata itu, merupakan hal yang telah lewat. Apabila hal yang dimaksud merupakan perkara yang mungkin di alami, maka bisa juga laula, itu berarti perintah mengerjakannya.
Perbedaan kata فِرْقَةٍ dan طَاۤىِٕفَةٌ ة yaitu فِرْقَةٍ (firqah) kelompok besar atau suatu golongan dan طَاۤىِٕفَةٌ (tha’ifah) adalah kelompok kecil فَلَوْلَا نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِّنْهُمْ طَاۤىِٕفَةٌ Artinya: “(Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama)”.
Maksudnya mengapa tidak segolongan saja, atau sekelompok kecil saja yang berangkat ke medan tempur dari tiap-tiap golongan besar kaum mu’min, seperti penduduk suatu negeri atau suatu suku, dengan maksud supaya orang-orang mu’min seluruhnya dapat mendalami agama mereka. Yaitu dengan cara orang yang tidak berangkat dan tinggal di kota madinah, Ayat ini turun ketika semangatkaum muslimin untuk jihad ke medan pertempuran mencapaipuncaknya, semua kalangan umat Islam berbondong-bondong untuk ikut berjihad dimedan perang. Sehingga tidak ada lagi orang yang tinggal untuk memperdalam ilmu keIslaman. Yang dilakukan kaum muslimin sangat beralasan, karena begitu mulianya orang yang berjihad ke medan pertempuran melawan kaum kafir, apalagi mati sebagai syuhada’. Inilah yang menjadi motifasi kaum muslimin. Orang yang syahid dianggap tidak mati, karna ia akan mendapat kemenangan disisi Allah SWT.
Jihad terbagi kedalam beberapa macam, diantaranya adalah jihad menghadap orang-orang kafir, munafiq, setan dan hawa nafsu. Selain itu memberantas kemiskinan, kebodohan, penyakit, dan lain-lain adalah jihad yang tidak kalah pentingnya dari jihad mengangkat senjata melawan orang kafir. Ilmuan berjihad dengan mengajarkan ilmunya, guru dengan pendidikannya, pemimpin dengan keadilannya, pengusaha dengan kejujurannya, demikian seterusnya. Khusus untuk pengajar, ayat diatas telah memberikan motifasi kepada kita bahwa orang yang berjihad dimedan juang dengan orang yang pergi belajar kemudian mengajarkan ilmunya memiliki kedudukan yang sama disisi Allah SWT.
Jadi keutamaan menuntut ilmu dan mengajarkannya sama pahalanya disisi Allah dengan jihad. Begitu banyaknya pahala yang dijanjikan Allah dan Nabinya sebagai motifasi bagi peserta didik dan guru serta mengajarkan kepada orang lain maka dia akan mendapat kebaikan yang sama dengan orang yang melakukan tersebut, tanpa mengurangi pahala orang yangmelakukannya, begitu juga sebaliknya.Demikian ungkapan yang dari Rasulullah SAW.
و عن ابي مسعود عقبةبن عمر الانصاري رضي الله عنه قال رسول الله صلي الله عليه و سلم من دل علي خير فله اجر فاعله
( رواه مسلم
Artinya: “Dari Ibnu Mas'ud 'Uqabah bin 'Amr Al-Anshariy AlBadriy ra., ia berkata: "Rasulullah saw. bersabda: "Siapa saja yang menunjukkan (mengajak) kepada kebaikan, maka ia mendapat pahala seperti pahala orang yang mengerjakan kebaikan itu." (HR.Bukhori).
Bila diperhatikan dengan seksama, pada kata لِّيَتَفَقَّهُوْا(liyatafaqqahu) maksudnya berusaha keras untuk memahami agama, memahami al-Qur’an dan Hadist-hadist Nabi SAW baik dari segala perkataan maupun perbuatan Rasullullah SAW. Dengan berusaha keras dapat diketahui hukum serta dapat mengambil hikmah-hikmah di dalamnya. Oleh sebab itu, bila ingin Mendapatkan ilmu harus adanya usaha yang sungguhsungguh dan bersabar serta jangan putus asa. Bila belum berhasil karena sudah bersungguh-sungguh maka bersabarlah, Allah punya tujuan yang lebih baik bagi kehidupan.
Artinya agar tujuan utama dari orang-orang yang mendalami agama itu karena ingin membimbing saudarasaudaranya, memberi pelajaran dan memberi peringatan kepada mereka tentang akibat kebodohan dan tidak mengamalkan apa yang mereka ketahui, dengan harapan supaya mereka takut kepada Allah dan berhati-hati terhadap akibat kemaksiatan, agar kaum mukmin mengetahui dan memahami agama serta mampu menyebarkan dakwah kepada kaumnya.
Ayat tersebut merupakan isyarat tentang wajibnya mendalami nilai-nilai agama dan bersedia mengajarkannya di berbagai tempat serta memberi pemahaman kepada orang lain untuk beragama yang benar, sehingga dapat memperbaiki keadaan mereka agar mereka tidak bodoh lagi tentang hukumhukum agama secara umum yang wajib di ketahui oleh setiap mukmin.
Setiap orang akan menerima manfaat, apabila dirinya memperoleh kesempatan untuk mendalami agama dan mengajarkan kepada orang lain, maka Allah akan mengangkat kedudukannya yang tinggi di sisi Allah dan tidak kalah tingginya dari kalangan pejuang yang mengorbankan harta dan jiwa dalam meninggalkan kalimat Allah, membela agama dan ajaran-Nyaلِّيَتَفَقَّهُوْا فِى الدِّيْنِ وَلِيُنْذِرُوْا قَوْمَهُمْ اِذَا رَجَعُوْٓا اِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُوْن َ
“Untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali….), maksudnya setelah menuntut ilmu kemudian memperoleh ilmu yang ia pelajari maka kewajiban bagi setiap muslim mengingatkan orang lain dan ayat ini merupakan perintah kepada seorang guru untuk mengajarkan ilmunya kepada orang lain”.
َ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُوْنَ supaya mereka dapat menjaga dirinya. Maksudnya agar mereka yang telah diberikan pelajaran, mereka dapat menjaga diri dari hal-hal yang dilarang oleh Allah dan melaksanakan apa yang diperintah Allah SWT. Oleh karena itu, orang-orang yang telah memiliki ilmu pengetahuan harus menjadi puncak dan bagian tertinggi bagi sesama manusia. Ia harus menyebarluaskan ilmunya, dan membimbing orang lain agar memiliki ilmu pengetahuan pula. Selain itu, Ia sendiri juga harus mengamalkan ilmunya agar menjadi contoh dan tauladan bagi orang-orang sekitarnya dalam ketaatan menjalankan peraturan dan ajaran-ajaran agama.
Dengan demikian dapat diambil suatu pengertian, bahwa dalam bidang ilmu pengetahuan, setiap orang mu’min mempunyai tiga macam kewajiban, yaitu: menuntut ilmu, mengamalkannya dan mengajarkannya kepada orang lain.
Dalam suatu riwayat dikemukakan, ketika turun ayat illa tanfiru yu’adzdzibkum ‘adzaban alima…(jika kamu tidak berangkat untuk berperang, niscaya Allah menyiksa kamu dengan siksa yang pedih…) (QS. at-Taubah: 39). Ada beberapa orang yang jauh dari kota yang tidak ikut berperang karena mengajar kaumnya.
Kaum munafik berkata: “celakalah orang-orang di kampung itu karena ada orang-orang yang meninggalkan dirinya yang tidak turut berjihad bersama Rasulullah.” Maka turunlah ayat ini (QS. at-Taubah: 122) yang membenarkan orang-orang yang meninggaalkan diri (tidak ikut berperang) untuk memperdalam ilmu dan menyebarkannya kepada kaumnya. (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari ‘ikrimah)11 .
Dalam riwayat lain di kemukakan bahwa kaum mukmin, karena kesungguhannya ingin berjihad, apabila di seru oleh Rasulullah saw, untuk berangkat ke medan perang, mereka serta merta berangkat meninggalkan Nabi saw. Beserta orang-orang yang lemah. Ayat ini (QS. at-Taubah: 122) turun sebagai larangan kepada kaum mukmin untuk bersama-sama berangkat seluruhnya, tetapi harus ada yang menetap untuk memperdalam pengetahuan agama. (Diriwayatkan oleh Ibnu Hatim yang bersumber dari ‘Abdullah bin ‘Umair).12 2.
2. Hubungan Ayat dengan Hadits
Nabi Muhammad SAW bersabda: َ
و عن ابي مسعود لي رسول الله صلي الله عليه وسلم : تعلموا العلم و علموه الناس، تعلموا الفراءض و علموه الناس، تعلموا القران، و علموه الناس، فإني امرؤ مقبوض، والعلم سينتقص و تظهر الفتن حتي يختلف اثنان في فريضة لايجدان احدا يفصل بينهما
(رواه الدارمي، والدار قطني)
Artinya: Dari Ibnu Mas’ud meriwayatkan, “Rasulullah SAW. berkata kepadaku, “Tuntutlah ilmu pengetahuan dan ajarkanlah kepada orang lain. Tuntutlah ilmu kewarisan dan ajarkanlah kepada orang lain. Pelajarilah Alquran dan ajarkanlah kepada orang lain. Saya ini akan mati. Ilmu akan berkurang dan cobaan akan semakin banyak, sehingga terjadi perbedaan pendapat antara dua orang tentang suatu kewajiban, mereka tidak menemukan seorang pun yang dapat menyelesaikannya.”
3. Mafhum Tarbawi
Sesungguhnya belajar dan mengajarkan adalah suatu kewajiban bagi umat Islam, Islam memberikan motivasi bagi umatnya dengan pahala yang berlipat ganda, orang yang menuntut ilmu pahalanya seperti orang yang berjihad di jalan Allah dan orang yang mengajarkan ilmu adalah seperti pahala orang yang belajar darinya, dan ia masih memiliki kelebihan darinya. Oleh karena itu, pelajarilah ilmu dari ahlinya dan ajarkanlah kepada orang lain sebagaimana ulama telah mengajarkan kepadanya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
Kami sadar bahwa kami masih jauh dari kata sempurna, ke depannya kami akan lebih fokus dan detail dalam menjelaskan tentang makalah ini dengan sumber-sumber yang lebih banyak yang tentunya dapat dipertanggungjawabkan.
DAFTAR PUSTAKA
Djalal, Prof. Dr. H. Abdul. H. A, Ulumul Quran, Dunia Ilmu, Surabaya. 2000
Taufiqurrohman, Drs. M. Ag. Studi Ulumul Quran Telaah Atas Mushaf Utsmani, Pustaka Setia. Bandung, 2003
Adib Bisri, KH. Munawir, Al-Bisri (Surabaya:Pustaka Progresif, 1999),
TIM, Al-Munjid (Beirut: Dar el-Machreq sarl, 42, 2008)
Rosihan Anwar, M. Ag. Ulumul Quran, Pustaka Setia. Bandung, 2001
Quthan, Mana’ul. 1995. Pembahasan Ilmu Al-Qur’an 2. Jakarta: Rineka Cipta
http://www.ponpeshamka.com/2015/11/memahami-dan-penjelasan-tafsir-dan-ilmu.html?m=0
http://menulis-makalah.blogspot.co.id/2015/11/pengertian-ilmu-tafsir-metode-hukum-dan.html?m=1
http://www.muslimdaily.net/khazanah-islam/wawasan-islam/pengantar-ilmu-tafsir.html
https://rindufidati.wordpress.com/2015/04/17/metodologi-tafsir-tahliliijmalimaudhuimuqorrin/